Rabu, 23 November 2011

contoh,,latar belakang-proposal skripsi


ANALISA LEMBAGA KEUANGAN BAITULMAAL WAT TAMWIL, KOPERASI DAN GRAMEEN BANK DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MIKRO
(Analisa Perbandingan Terhadap Baitulmaal Wat Tamwil Tamzis, Koperasi Kodanua Dan  Grameen Bank Koperasi Usaha Mandiri)
1.1 Latar belakang                                          
Kemiskinan adalah masalah mendasar yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjujkkan bahwa untuk tahun 2010 jumlah orang miskin di Indonesia mencapai angka 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari total penduduk Indonesia. Meskipun per Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemisikinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 2,21 juta dan 0.58 persen1, namun angka ini dinilai masih cukup tinggi. Padahal, standar yang diterapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masih jauh di bawah standar penduduk miskin Bank Dunia yang berstandar pada konsep Purchasing Power Purity yaitu masyarakat yang penghasilannya dibawah 2 dolar per hari. Sementara standar penduduk miskin BPS adalah penduduk yang penghasilannya dibawah Rp. 211.000.
Data terbaru yang diperoleh, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2011 mencapaii 117,4 juta orang dengan tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2011 mencapai 6,56 persen2. kondisi ini menjadi sangat paradoks ketika sebagian besar usaha-usaha besar dikuasai hanya segelintir masyarakat, sekitar kurang lebih 4,37 ribu
1 Berita Resmi Statistik diakses pada tanggal 16 November 2011 dari http://www.bps.go.id/tab sub/view.php?tabel=1&id s ubyek=23&notab=4
2Berita Resmi Statistik No.74/11/Th.XIV, diakes pada tanggal 15 November 2011 pkl. 10.14  sumber http://www.bps.go.id/bprs_file/naker_07nov11.pdf  
orang atau sekitar 0,01%. Sementara usaha-usaha mikro menguasai hampir 98,9% atau sekitar kurang lebih 50,70 juta jiwa.3
Pertumbuhan dan pengembangan usaha-usaha mikro ini terbentur dengan beberapa kendala terutama masalah pemodalan. Dimana ketika para pengusaha ini ingin mengembangkan usahanya tidak ada modal yang bisa digunakan dalam pengembangan usaha tersebut. Akses permodalan terhadap terhadap perbankan pun sulit karena UKM ini dinilai unbankable (tidak memenuhi persyaratan bank dalam pemberian kredit).
Konsep lembaga keuangan mikro (LKM) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep Bank sendiri, melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana, tapi tidak ikut serta dalam alur pembayaran. Selain itu, penyaluran dana yang dilakukan oleh LKM ruang lingkupnya lebih kecil dan spesifik, yaitu pada usaha-usaha mikro. Hal ini menjadi peluang bagi para UKM untuk dapat mengakses permodalan dalam pengembangan usaha mereka. Selain itu, prosedur yang diterapkan LKM lebih mudah dibandingkan dengan Bank terutama terkait denga collateral/jaminan.
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sendiri memuat 3 elemen kunci (versi dari bank pembangunan asia dan bank dunia), antara lain:
1.      Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang relevan dengan kebutuhan riil masyarakat yang dilayani
2.      Melayani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat miskin menjadi pihak beneficiaies utama)
3.      Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel, agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan pelayanan
3Euis Amalia, “Eksistensi Perbankan Syariah dan Potensinya Bagi Penguata Ekonomi Nasional”, (Jakarta: Seminar di STIE Kusuma Negara,2004)
Semenjak krisis 1998 hingga sekarang, kemiskinan merupakan masalah kronis yang melanda  bangsa Indonesia. Banyak program pengentasan kemiskinan telah dilakukan, tetapi masih dirasakan belum banyak keberhasilannya, hasil yang dicapai tidak efisien dan tepat sasaran. Di sisi lain banyak yang belum mengerti bagaimana mengawali upaya penanggulangan kemiskinan tersebut. Berbagai forum dari tingkat Lokal hingga Internasional menggelar diskusi tentang kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok melalui pengembangan microfinance, yakni suatu model penyediaan jasa keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses bank karena berbagai keterbatasannya.4
              Kredit mikro telah dikenal sebagai salah satu strategi efektif dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini melibatkan pemberian pinjaman dalam jumlah yang sangat minimal kepada masyarakat miskin, terutama wanita, tanpa disertai dengan jaminan apapun. Tujuan dari program ini adalah untuk memungkinkan para peminjam untuk membentuk usaha yang dapat menghasilkan pendapatan.
Grameen Bank dari Bangladesh adalah pelopor di bidang kredit mikro. Eksistensinya dimulai dari proyek aksi atas riset yang dilakukan di tahun 1976 dan telah berkembang menjadi Bank terbesar di Bangladesh, dengan memberikan pinjaman mikro kepada lebih dari 7.670.203 peminjam. Grameen Bank telah berhasil menggapai kesuksesan yang dramatis melalui penggunaan metodologi dan sistem yang disusun dengan hati-hati, serta dilaksanakan dengan disiplin yang tinggi dan berpijak pada filosofi yang mengerti dan
.4 Euis Amalia. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran Lkm dan Ukm Di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.2.
penderitaan kaum miskin dan percaya kepada mereka. Salah satu kontribusi terbesar Grameen Bank kepada gerakan keuangan mikro di seluruh dunia adalah pembuktian yang tidak terbantahkan lagi bahwa kaum miskin layak mendapatkan layanan perbankan. Dengan memberlakukan standar dan mempermudah metodologi perbankan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat miskin, grameen bank telah memberikan kemudahan bagi ribuan pengusaha sosial di berbagai negara lain guna meniru atau mengadaptasi model yang digunakan dengan mudah.5
Peran pembiayaan mikro sebagai sarana untuk melakukan pengurangan kemiskinan telah diakui dunia, terutama setelah Muhammad Yunus pada Tahun 2006 mendapatkan penghargaan Nobel atas keberhasilan Grameen Bank yang didirikan olehnya terbukti dapat mengurangi angka kemiskinan dan mengangkat taraf hiduf masyarakat di daerah sekitar Grameen Bank di Bangladesh. Pola yang diaplikasikan pada Grameen Bank adalah pola yang sama yang dijalankan oleh lembaga keuangan mikro yaitu pemberdayaan kelompok.
Pencapaian Grameen Bank masuk akal, karena pembiayaan yang dilakukan langsung diberikan kepada masyarakat miskin dan mempunyai usaha produktif. Sehingga masyarakat mendapatkan akses permodalan yang memadai dan mudah, dengan begitu pengembangan usaha dapat dilakukan dan masyarakat pun mempunyai penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Begitu pun di Indonesia, lembaga keuangan mikro (LKM) diharapkan dapat menolong masyarakat sangat miskin sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri.
5 M Nurul Alam and Mike Getubig, Pedoman Dan Pelaksanaan Kredit Mikro Dengan Metode Grameen Berdasarkan Praktek Grameen Bank Dan Pengalaman Grameen Trust Dan Para Mitra Grameen Foundation (T.tp.,Grameen Foundation),h.1
Dalam kerangka itu, keuangan mikro dimaksudkan memberikan dukungan yang akan memberdayakan berbagai kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin atau pengusaha kecil. Pemberdayaan usaha mikro melalui LKM merupakan langkah strategis dalam menghadapi masalah klasik usaha mikro, yaitu akses modal yang terbatas serta dilakukan dengan akad kerja sama sehingga keuntungan yang didapat nantinya akan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan.
Jauh sebelum kemunculan Grameen Bank pada Tahun 1976 telah muncul gerakan Koperasi sekitar pada abad 19 yang di awali oleh Robert Owen di Inggris dengan konsep yang dibawanya yakni “Village Of Cooperation”. Gerakan ini adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap Revolusi Industri. Era Revolusi Industri itu benar-benar merupakan waktu yang gelap bagi kaum buruh. Kondisi kerja sangat buruk dan penuh dengan kekacauan serta memberikan pandangan yang mengerikan. Anak-anak dibawah umur 10 tahun banyak dipekerjakan di pabrik-pabrik.5. Puncaknya pada Tanggal 12 Desember 1844 oleh 28 buruh yang dipimpin oleh Charles Howarth berhasil mendirikan Koperasi Pertama yakni Koperasi Rochale.6 Koperasi Rochale telah memelopori usaha dan Gerakan Koperasi di seluruh dunia, serta berhasil meletakkan dasar-dasar koperasi yang kuat dan kokoh guna mendapatkan harkat dan martabat manusia di atas modal yang di dewa-dewakan oleh manusia berjiwa kapitalis.7
Gerakan Koperasi pun akhirnya sampai ke Indonesia. Yaitu Raden Ario Wiraatmadja seorang Patih Purwokerto untuk membantu mengatasi kemalaratan rakyat akibat “culturestelsel” yang diberlakukan Belanda. Beliau mendirikan  “Hulpen Spaare Ladndbo
5 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah Teori Dan Praktek, cet.II (Bogor: Ghalia Indonesia,2004),h.10
6 Ibid., h.12
7Ibid., h.14
Ladndbouwcrediet” didirikan juga rumah-rumah gadai, lumbung desa, dan bank-bank desa(cikal bakal berdirinya bang rakyat indonesia).
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan Budi Utomo yang dalam programnya memanfaatkan sektor perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat miskin dimulai dengan koperasi industri kecil dan krajinan. Ketetapan Kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi.8
Dimana gerakan Koperasi ini terus berlanjut sampai dengan sekarang. Bahkan gerakan koperasi merupakan sokoguru perekonomian bangsa Indonesia. Koperasi sebagai sokoguru atau tulang punggung perekonomian Indonesia karena Koperasi mengisi baik tuntutan konstitusional maupun secara strategis mengisi tuntutan pembangunan dan perkembangannya. Koperasi merangkum aspek kehidupan yang sifatnya menyeluruh, substantif makro dan bukan hanya partial mikro.9 Hal ini tercermin dalam undang-undang 45 Pasal 33 Ayat 1 berbunyi “Perekonomian Disusun Sebagai Usaha Bersama Berdasar Atas Asas Kekeluargaan”. Hal ini sangat tepat sekali karena “Koperasi Adalah Badan Usaha Yang Beranggotakan Orang-Seorang Atau Badan Hukum Koperasi Dengan Melandaskan Kegiatannnya Bedasarkan Prinsip Koperasi Sekaligus Sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat Yang Berdasarkan Atas Asa Kekeluargaan”10


 

8 Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil /Menengah dan Koperasi, cet.II (Bogor: Ghalia Indonesia, 2 2004),h.49
9 Sri edi Swasono,ed., Mecari Bentuk, Posisi, dan Realitas Koperasi di Dalam Orde Ekonomi Indoesia: Membangun Koperasi Sebagai Soko-Guru Perekonomian Indonesia, cet.III (Jakarta: UI Press,1987),h.,52
10UU Koperasi No 25 Tahun 1992 Dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1
Di dalam buku yang berjudul Cooperative Movement In Indonesia yang dikarang oleh Dr. Muhammad Hatta yang tak lain adalah BAPAK KOPERASI Indonesia menerangkan bahwa:
Orang harus membedakan antara koperasi sosial dengan koperasi ekonomi yang kedua-duanya ditemui dalam masyarakat Indonesia. Dalam koperasi sosial, kerjasama dilakukan tanpa hitung-hitungan ekonomi yang sebenarnya, seperti bagaimana mendapatkan suatu hasil maximum dengan pengeluaran sedkit mungkin.
Selanjutnya mengenai koperasi ekonomi, dan seterusnya kita sebut KOPERASI, adalah bertujuan untuk memajukan bagian terbanyak penduduk yang teramsuk ekonominya lemah dengan jalan bekerja bersama-sama. Kerjasama adalah landasan dari suatu perkumpulan koperasi dan karena itu harus sejalan dengan rasa kesetiakawanan sosial dan pengakuan terhadap hak asasi perorangan. Koperasi adalah suatu lembaga yang harus menggalang kekuatan kekuatan ekonomi lemah dan yang terpencar-pencar itu menghimpun dan mengumpulkannya menjadi suatu kekuatan ekonomi yang positif dan tegar. Gerakan koperasi tidak saja saja hanya mengajak orang untuk melakukan kerjasama di dalam semangat kekeluargaan demi mencapai kepentingan mereka bersama, tetapi juga untuk mendidik orang untuk mempunyai sikap toleransi, sabar, saling menghargai keyakinan agama dan kepercyaan masing-masing. Lebih-lebih lagi rasa kebangsaan dan menuju kearah pembangunan nasional11
Disampinng kehadiran pola Grameen Bank dan Koperasi yang menarik yakni kemunculan Baitullmaal Wat Tamwil dengan pola Syariah. Hal ini berawal berdirinya bank Muamalat Indonesia pada Tahun 1991 dan mulai beropearsi pada tahun 1992. Semenjak saat itu gerakan ekonomi syariah dengan cukup fenomenal terus memperlihatkan peningkatan
 

11Bahri Nurdin. Perkenalan dengan Beberapa Konsep Ekonomi Koperasi (Jakarta: Salemba 4,. 1993),h.9.
dari tahun ke tahun.
Sejarah gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an antara lain dengan upaya penggiat masjid salaman ITB di Bandung menggagas Lembaga Teknosa, yang sempat tumbuh pesar, meski kemudian bubar. Kemudian ada Koperasi Ridha Gusti pada Tahun 1988 di Jakarta yang juga menggunakan prinsip bagi hasil12 . Pada bulan Juni 1992 di Jakarta muncul BMT Bina Insani Kamil yang digagas oleh Zainal Muttaqien, Aries Mufti, dan Istar Abadi.13 Tak lama berselang berdiri banyak LKMS serupa di berbagai tempat, terutama di perkotaan pulau Jawa. Kebanyakan berawal dari Jamaah Masjid yang penggiatnya cukup terpelajar. Sebagian lainnya diinisasi oleh penggiat organisasi kemasyarakatakn seperti Muhammadiayah. Perlu dicatat bahwa rekomendasi lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar didirikan lembaga Perbankan Syariah pada tahun 1990, menjadi salah satu faktor pendorong berkembangnya LKMS ini14
BMT yang merupakan penggabungan dari Baitulmaal dan Baituttamwil sebenarnya pada awal kemunculannya banyak diragukan orang. Keraguan ini bisa dimaklumi bila kita memahami Baituumwil sebagai lembaga keuangan yang semata-mata berorientasi mencari keuntungan. Keraguan ini bertambah kuat bila kita menafsirkan Baitulmaal yang hanya berfungsi menyantuni fakir miskin dan yatim piatu. Tapi bila kita melihat hakikat Baituttamwil dan kelompok sasarannya yakni pengusaha kecil dan kecil bawah, maka kita akan menemukan keuntungan dan kelebihan penggabungan Baitulmaal dan Baituttamwil.15
12 Eri Sudewo,”Ekonomi Bebas Bunga”, Pengantar dalam Buku Hertanto Widodo dkk. Lihat juga hertanto widodo dkk., Panduan Praktis Opersional Bmt, hlm.33).
13Hertanto Widodo dkk, Panduan Praktis Operasional Bmt (Bandung:Mizan, 1999),h.33.
14Euis Amalia, h.88.
15 Chamsiah Djamal,ed.,Pengalaman Bmt Dalam Mengentaskan Kemiskinan Umat: Paradigma Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah Perjalanan Dan Gerakan Bmt Di Indonesia Baitulmaal Wat Tamwil (Jakarta:Pinbuk,2000),h.280
Namun yang menarik dalam perkmabnagn bmt di tanah air yakni dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Ukm RI NO 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) menjadikan BMT berbadan hukum Koperasi. Karena sampai dengan sekarang belum ada undang-undang yang mengatur tentang bentuk dan dasar hukum Baitulmaal Wat Tamwil. Dengan  demikian prinsip BMT dengan syariahnya menurut peratuan Kemenkop tersebut dimasukan kedalam bentuk Koperasi. Sehingga BMT harus tunduk juga pada UU Koperasi Tahun 1992.
Sesuatu hal yang patut kita apresiasi namun rancu jika kita tinjau darimana asalnya dibentuk. Baik itu pola Grameen Bank yang kini polanya beramai-ramai dipakai oleh lembaga keunagan mikro baik itu Koperasi  ataupun BMT. Atau BMT yang menjadi Koperasi akibat dikeluarkannya keputasn Kemenkop. Sedangkan Koperasi sudah lebih dari 200 tahun yang lalu ada sebelum adanya Grameen Bank dan BMT.
Atas dasar tersebutlah maka  penulis ingin meneliti ketiga lembaga tersebut yakni BMT, Koperasi dan Grmeen Bank. Yang ketiganya bergeraka dalam microfinance dengan pola yang mereka masing-masing gunakan. Maka dari itu dalam skripsi ini penulis  mengangakat judul Analisa Lembaga keuangan Baitulmaal Wat Tamwil, Koperasi dan Grameen Bank dalam Pemberdayaan Ekonomi Mikro (Analisa Perbandingan Terhadap Baitulmaal wat Tamwil Tamzis, Koperasi Kodanua dan  Grameen Bank Koperasi Usaha Mandiri)

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com