ANALISA LEMBAGA KEUANGAN BAITULMAAL
WAT TAMWIL, KOPERASI DAN GRAMEEN BANK DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MIKRO
(Analisa Perbandingan Terhadap
Baitulmaal Wat Tamwil Tamzis, Koperasi Kodanua Dan Grameen Bank Koperasi Usaha Mandiri)
1.1 Latar
belakang
Kemiskinan adalah masalah mendasar yang dihadapi oleh banyak negara di
dunia, terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia. Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjujkkan bahwa untuk tahun 2010 jumlah orang miskin di Indonesia
mencapai angka 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari total penduduk Indonesia.
Meskipun per Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemisikinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 2,21 juta dan 0.58 persen1,
namun angka ini dinilai masih cukup tinggi. Padahal, standar yang diterapkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masih jauh di bawah standar penduduk miskin Bank
Dunia yang berstandar pada konsep Purchasing Power Purity yaitu
masyarakat yang penghasilannya dibawah 2 dolar per hari. Sementara standar
penduduk miskin BPS adalah penduduk yang penghasilannya dibawah Rp. 211.000.
Data terbaru yang diperoleh, jumlah
angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2011 mencapaii 117,4 juta orang dengan
tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2011 mencapai 6,56
persen2. kondisi ini menjadi sangat paradoks ketika sebagian besar
usaha-usaha besar dikuasai hanya segelintir masyarakat, sekitar kurang lebih
4,37 ribu
1 Berita Resmi Statistik diakses pada
tanggal 16 November 2011 dari http://www.bps.go.id/tab sub/view.php?tabel=1&id s ubyek=23¬ab=4
2Berita Resmi Statistik No.74/11/Th.XIV, diakes pada tanggal 15 November 2011
pkl. 10.14 sumber http://www.bps.go.id/bprs_file/naker_07nov11.pdf
orang atau
sekitar 0,01%. Sementara usaha-usaha mikro menguasai hampir 98,9% atau sekitar
kurang lebih 50,70 juta jiwa.3
Pertumbuhan dan pengembangan usaha-usaha mikro ini terbentur dengan
beberapa kendala terutama masalah pemodalan. Dimana ketika para pengusaha ini
ingin mengembangkan usahanya tidak ada modal yang bisa digunakan dalam
pengembangan usaha tersebut. Akses permodalan terhadap terhadap perbankan pun
sulit karena UKM ini dinilai unbankable (tidak memenuhi persyaratan bank
dalam pemberian kredit).
Konsep lembaga keuangan mikro (LKM) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
konsep Bank sendiri, melakukan penghimpunan dana, penyaluran dana, tapi tidak
ikut serta dalam alur pembayaran. Selain itu, penyaluran dana yang dilakukan
oleh LKM ruang lingkupnya lebih kecil dan spesifik, yaitu pada usaha-usaha mikro.
Hal ini menjadi peluang bagi para UKM untuk dapat mengakses permodalan dalam
pengembangan usaha mereka. Selain itu, prosedur yang diterapkan LKM lebih mudah
dibandingkan dengan Bank terutama terkait denga collateral/jaminan.
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sendiri memuat 3 elemen kunci
(versi dari bank pembangunan asia dan bank dunia), antara lain:
1.
Menyediakan beragam jenis pelayanan
keuangan yang relevan dengan kebutuhan riil masyarakat yang dilayani
2.
Melayani kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah (masyarakat miskin menjadi pihak beneficiaies
utama)
3.
Menggunakan prosedur dan mekanisme yang
kontekstual dan fleksibel, agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat miskin
yang membutuhkan pelayanan
3Euis Amalia, “Eksistensi Perbankan Syariah dan
Potensinya Bagi Penguata Ekonomi Nasional”, (Jakarta: Seminar di STIE
Kusuma Negara,2004)
Semenjak krisis 1998 hingga sekarang, kemiskinan merupakan masalah kronis
yang melanda bangsa Indonesia. Banyak
program pengentasan kemiskinan telah dilakukan, tetapi masih dirasakan belum
banyak keberhasilannya, hasil yang dicapai tidak efisien dan tepat sasaran. Di
sisi lain banyak yang belum mengerti bagaimana mengawali upaya penanggulangan
kemiskinan tersebut. Berbagai forum dari tingkat Lokal hingga Internasional menggelar
diskusi tentang kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah
dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok melalui
pengembangan microfinance, yakni suatu model penyediaan jasa keuangan
bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling kecil yang tidak dapat
mengakses bank karena berbagai keterbatasannya.4
Kredit mikro telah dikenal sebagai
salah satu strategi efektif dalam pengentasan kemiskinan. Hal ini melibatkan
pemberian pinjaman dalam jumlah yang sangat minimal kepada masyarakat miskin,
terutama wanita, tanpa disertai dengan jaminan apapun. Tujuan dari program ini
adalah untuk memungkinkan para peminjam untuk membentuk usaha yang dapat
menghasilkan pendapatan.
Grameen Bank dari Bangladesh adalah
pelopor di bidang kredit mikro. Eksistensinya dimulai dari proyek aksi atas
riset yang dilakukan di tahun 1976 dan telah berkembang menjadi Bank terbesar
di Bangladesh, dengan memberikan pinjaman mikro kepada lebih dari 7.670.203
peminjam. Grameen Bank telah berhasil menggapai kesuksesan yang dramatis
melalui penggunaan metodologi dan sistem yang disusun dengan hati-hati, serta
dilaksanakan dengan disiplin yang tinggi dan berpijak pada filosofi yang
mengerti dan
.4 Euis Amalia. Keadilan
Distributif Dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran Lkm dan Ukm Di Indonesia
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.2.
penderitaan
kaum miskin dan percaya kepada mereka. Salah satu kontribusi terbesar Grameen
Bank kepada gerakan keuangan mikro di seluruh dunia adalah pembuktian yang
tidak terbantahkan lagi bahwa kaum miskin layak mendapatkan layanan perbankan.
Dengan memberlakukan standar dan mempermudah metodologi perbankan yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat miskin, grameen bank telah memberikan
kemudahan bagi ribuan pengusaha sosial di berbagai negara lain guna meniru atau
mengadaptasi model yang digunakan dengan mudah.5
Peran pembiayaan mikro sebagai sarana untuk melakukan pengurangan
kemiskinan telah diakui dunia, terutama setelah Muhammad Yunus pada Tahun 2006
mendapatkan penghargaan Nobel atas keberhasilan Grameen Bank yang didirikan
olehnya terbukti dapat mengurangi angka kemiskinan dan mengangkat taraf hiduf
masyarakat di daerah sekitar Grameen Bank di Bangladesh. Pola yang
diaplikasikan pada Grameen Bank adalah pola yang sama yang dijalankan oleh
lembaga keuangan mikro yaitu pemberdayaan kelompok.
Pencapaian Grameen Bank masuk akal, karena pembiayaan yang dilakukan
langsung diberikan kepada masyarakat miskin dan mempunyai usaha produktif.
Sehingga masyarakat mendapatkan akses permodalan yang memadai dan mudah, dengan
begitu pengembangan usaha dapat dilakukan dan masyarakat pun mempunyai
penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Begitu pun di Indonesia, lembaga keuangan
mikro (LKM) diharapkan dapat menolong masyarakat sangat miskin sehingga mereka
mampu menolong dirinya sendiri.
5 M Nurul Alam and Mike Getubig, Pedoman Dan Pelaksanaan Kredit Mikro
Dengan Metode Grameen Berdasarkan Praktek Grameen Bank Dan Pengalaman Grameen
Trust Dan Para Mitra Grameen Foundation (T.tp.,Grameen Foundation),h.1
Dalam
kerangka itu, keuangan mikro dimaksudkan memberikan dukungan yang akan
memberdayakan berbagai kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin atau pengusaha
kecil. Pemberdayaan usaha mikro melalui LKM merupakan langkah strategis dalam
menghadapi masalah klasik usaha mikro, yaitu akses modal yang terbatas serta
dilakukan dengan akad kerja sama sehingga keuntungan yang didapat nantinya akan
dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan.
Jauh sebelum kemunculan Grameen Bank pada Tahun 1976 telah muncul gerakan
Koperasi sekitar pada abad 19 yang di awali oleh Robert Owen di Inggris dengan
konsep yang dibawanya yakni “Village Of Cooperation”. Gerakan
ini adalah sebagai bentuk perlawanan terhadap Revolusi Industri. Era Revolusi
Industri itu benar-benar merupakan waktu yang gelap bagi kaum buruh. Kondisi
kerja sangat buruk dan penuh dengan kekacauan serta memberikan pandangan yang
mengerikan. Anak-anak dibawah umur 10 tahun banyak dipekerjakan di
pabrik-pabrik.5. Puncaknya pada Tanggal 12 Desember 1844 oleh 28
buruh yang dipimpin oleh Charles Howarth berhasil mendirikan Koperasi Pertama yakni
Koperasi Rochale.6 Koperasi Rochale telah memelopori usaha dan Gerakan
Koperasi di seluruh dunia, serta berhasil meletakkan dasar-dasar koperasi yang
kuat dan kokoh guna mendapatkan harkat dan martabat manusia di atas modal yang
di dewa-dewakan oleh manusia berjiwa kapitalis.7
Gerakan Koperasi pun akhirnya sampai ke Indonesia.
Yaitu Raden Ario Wiraatmadja seorang Patih Purwokerto untuk membantu mengatasi
kemalaratan rakyat akibat “culturestelsel” yang diberlakukan Belanda. Beliau
mendirikan “Hulpen Spaare Ladndbo
5 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian
Sejarah Teori Dan Praktek, cet.II (Bogor: Ghalia Indonesia,2004),h.10
6 Ibid., h.12
7Ibid., h.14
Ladndbouwcrediet” didirikan
juga rumah-rumah gadai, lumbung desa, dan bank-bank desa(cikal bakal berdirinya
bang rakyat indonesia).
Pada tahun 1908 lahir perkumpulan Budi Utomo yang dalam programnya
memanfaatkan sektor perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat miskin dimulai
dengan koperasi industri kecil dan krajinan. Ketetapan Kongres Budi Utomo di Yogyakarta
adalah antara lain memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui
pendidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi.8
Dimana gerakan Koperasi ini terus berlanjut sampai dengan sekarang.
Bahkan gerakan koperasi merupakan sokoguru perekonomian bangsa Indonesia.
Koperasi sebagai sokoguru atau tulang punggung perekonomian Indonesia karena Koperasi
mengisi baik tuntutan konstitusional maupun secara strategis mengisi tuntutan
pembangunan dan perkembangannya. Koperasi merangkum aspek kehidupan yang
sifatnya menyeluruh, substantif makro dan bukan hanya partial mikro.9 Hal
ini tercermin dalam undang-undang 45 Pasal 33 Ayat 1 berbunyi “Perekonomian
Disusun Sebagai Usaha Bersama Berdasar Atas Asas Kekeluargaan”. Hal ini
sangat tepat sekali karena “Koperasi Adalah Badan Usaha Yang Beranggotakan
Orang-Seorang Atau Badan Hukum Koperasi Dengan Melandaskan Kegiatannnya
Bedasarkan Prinsip Koperasi Sekaligus Sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat Yang
Berdasarkan Atas Asa Kekeluargaan”10
8 Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman
Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil /Menengah dan Koperasi, cet.II (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2 2004),h.49
9 Sri edi Swasono,ed., Mecari Bentuk,
Posisi, dan Realitas Koperasi di Dalam Orde Ekonomi Indoesia: Membangun
Koperasi Sebagai Soko-Guru Perekonomian Indonesia, cet.III (Jakarta: UI
Press,1987),h.,52
10UU Koperasi No 25 Tahun 1992 Dalam Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1
Di dalam buku yang berjudul Cooperative
Movement In Indonesia yang dikarang oleh Dr. Muhammad Hatta yang tak lain
adalah BAPAK KOPERASI Indonesia menerangkan bahwa:
Orang harus membedakan antara koperasi sosial
dengan koperasi ekonomi yang kedua-duanya ditemui dalam masyarakat Indonesia.
Dalam koperasi sosial, kerjasama dilakukan tanpa hitung-hitungan ekonomi yang
sebenarnya, seperti bagaimana mendapatkan suatu hasil maximum dengan
pengeluaran sedkit mungkin.
Selanjutnya mengenai koperasi ekonomi, dan seterusnya
kita sebut KOPERASI, adalah bertujuan untuk memajukan bagian terbanyak penduduk
yang teramsuk ekonominya lemah dengan jalan bekerja bersama-sama. Kerjasama
adalah landasan dari suatu perkumpulan koperasi dan karena itu harus sejalan
dengan rasa kesetiakawanan sosial dan pengakuan terhadap hak asasi perorangan. Koperasi adalah
suatu lembaga yang harus menggalang kekuatan kekuatan ekonomi lemah dan yang
terpencar-pencar itu menghimpun dan mengumpulkannya menjadi suatu kekuatan
ekonomi yang positif dan tegar. Gerakan koperasi tidak saja saja hanya mengajak
orang untuk melakukan kerjasama di dalam semangat kekeluargaan demi mencapai
kepentingan mereka bersama, tetapi juga untuk mendidik orang untuk mempunyai
sikap toleransi, sabar, saling menghargai keyakinan agama dan kepercyaan
masing-masing. Lebih-lebih lagi rasa kebangsaan dan menuju kearah pembangunan
nasional11
Disampinng
kehadiran pola Grameen Bank dan Koperasi yang menarik yakni kemunculan Baitullmaal
Wat Tamwil dengan pola Syariah. Hal ini berawal berdirinya bank Muamalat
Indonesia pada Tahun 1991 dan mulai beropearsi pada tahun 1992. Semenjak saat
itu gerakan ekonomi syariah dengan cukup fenomenal terus memperlihatkan
peningkatan
11Bahri Nurdin. Perkenalan dengan Beberapa Konsep Ekonomi Koperasi (Jakarta:
Salemba 4,. 1993),h.9.
dari tahun ke tahun.
Sejarah
gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an antara lain dengan upaya penggiat
masjid salaman ITB di Bandung menggagas Lembaga Teknosa, yang sempat tumbuh
pesar, meski kemudian bubar. Kemudian ada Koperasi Ridha Gusti pada Tahun 1988
di Jakarta yang juga menggunakan prinsip bagi hasil12 . Pada bulan Juni
1992 di Jakarta muncul BMT Bina Insani Kamil yang digagas oleh Zainal Muttaqien,
Aries Mufti, dan Istar Abadi.13 Tak lama berselang berdiri banyak LKMS
serupa di berbagai tempat, terutama di perkotaan pulau Jawa. Kebanyakan berawal
dari Jamaah Masjid yang penggiatnya cukup terpelajar. Sebagian lainnya
diinisasi oleh penggiat organisasi kemasyarakatakn seperti Muhammadiayah. Perlu
dicatat bahwa rekomendasi lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar
didirikan lembaga Perbankan Syariah pada tahun 1990, menjadi salah satu faktor
pendorong berkembangnya LKMS ini14
BMT yang merupakan
penggabungan dari Baitulmaal dan Baituttamwil sebenarnya pada
awal kemunculannya banyak diragukan orang. Keraguan ini bisa dimaklumi bila
kita memahami Baituumwil sebagai lembaga keuangan yang semata-mata
berorientasi mencari keuntungan. Keraguan ini bertambah kuat bila kita
menafsirkan Baitulmaal yang hanya berfungsi menyantuni fakir miskin dan
yatim piatu. Tapi bila kita melihat hakikat Baituttamwil dan kelompok
sasarannya yakni pengusaha kecil dan kecil bawah, maka kita akan menemukan keuntungan
dan kelebihan penggabungan Baitulmaal dan Baituttamwil.15
12
Eri Sudewo,”Ekonomi Bebas Bunga”, Pengantar dalam Buku Hertanto Widodo
dkk. Lihat juga hertanto widodo dkk., Panduan Praktis Opersional Bmt,
hlm.33).
13Hertanto
Widodo dkk, Panduan Praktis Operasional Bmt (Bandung:Mizan, 1999),h.33.
14Euis
Amalia, h.88.
15
Chamsiah
Djamal,ed.,Pengalaman Bmt Dalam Mengentaskan Kemiskinan Umat: Paradigma
Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah Perjalanan Dan Gerakan Bmt Di Indonesia
Baitulmaal Wat Tamwil (Jakarta:Pinbuk,2000),h.280
Namun
yang menarik dalam perkmabnagn bmt di tanah air yakni dikeluarkannya Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Ukm RI NO 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) menjadikan BMT
berbadan hukum Koperasi. Karena sampai dengan sekarang belum ada undang-undang
yang mengatur tentang bentuk dan dasar hukum Baitulmaal Wat Tamwil. Dengan demikian prinsip BMT dengan syariahnya
menurut peratuan Kemenkop tersebut dimasukan kedalam bentuk Koperasi. Sehingga BMT
harus tunduk juga pada UU Koperasi Tahun 1992.
Sesuatu
hal yang patut kita apresiasi namun rancu jika kita tinjau darimana asalnya
dibentuk. Baik itu pola Grameen Bank yang kini polanya beramai-ramai dipakai
oleh lembaga keunagan mikro baik itu Koperasi
ataupun BMT. Atau BMT yang menjadi Koperasi akibat dikeluarkannya
keputasn Kemenkop. Sedangkan Koperasi sudah lebih dari 200 tahun yang lalu ada sebelum
adanya Grameen Bank dan BMT.
Atas
dasar tersebutlah maka penulis ingin
meneliti ketiga lembaga tersebut yakni BMT, Koperasi dan Grmeen Bank. Yang
ketiganya bergeraka dalam microfinance dengan pola yang mereka
masing-masing gunakan. Maka dari itu dalam skripsi ini penulis mengangakat judul Analisa Lembaga keuangan Baitulmaal
Wat Tamwil, Koperasi dan Grameen Bank dalam Pemberdayaan Ekonomi Mikro (Analisa
Perbandingan Terhadap Baitulmaal wat Tamwil Tamzis, Koperasi Kodanua dan Grameen Bank Koperasi Usaha Mandiri)
0 komentar:
Posting Komentar